AMALAN IDUL FITRI
Detik-detik yang menentukan segera
tiba, ummat Islam di seluruh penjuru dunia akan merayakan hari raya Idul fitri
(Id) tepat 1 syawal 14.. H. Hari Raya menjadi tradisi keagamaan, lambang
kemenangan ummat bertarung melawan hawa nafsu selama satu bulan di bulan
Ramadhan. Di hari itu, umat bagaikan bayi yang terlahir kembali dalam
kesucian dan ampunan dari Sang Khalid.
Bagi
pembaca yang gemar “berburu” pahala dan menambah amalan pada momentum Idul
Fitri, Rasulullah SAW telah mencontohkan beberapa teladan menunaikan ibadah
pada hari itu, antara lain : Mandi dan berhias sebaik-baiknya. “
Rasulullah saw menyuruh kami pada hari raya supaya memakai pakaian,
berharum-haruman sebaik-baiknya yang ada pada kami dan berkurban dengan
binatang segemuk-gemuknya yang ada pada kami”. (Riwayat Hakim & Ibnu
Hibban).
- Makan sebelum pergi shalat Idul Fitri. Dari Anas r.a berkata :” Nabi saw tidak pergi mengerjakan shalat pada Hari Raya Fitri, sehingga beliau memakan beberapa biji korma dahulu”. (Riwayat Ahmad & Bukhori). Sebaliknya, di Hari Raya Idul Adha dianjurkan tidak makan sebelum shalat Hari Raya Haji. Dari Buraidah: “Nabi saw tidak makan pada Hari Raya Haji sehingga beliau kembali dari shalat” (Riwayat Tirmidzi).
- Pergi dan pulang melalui jalan yang berlainan. Jabir bin Abdullah r.a. berkata: “Pada hari raya, Rasulullah saw menggunakan jalan (pergi & pulang) yang berbeda“. (Riwayat Al Bukhori).
- Bertakbir pada malam sebelum Idul Fitri
sampai ditegakkan shalat Id. “Dan hendaklah kalian mengagungkan Allah
(bertakbir) atas petunjukknya yang diberikan kepada kalian” (QS Al Baqarah
: 185)
Bersedekah kepada fakir & miskin. Rasulullah saw bersabda : “kayakan mereka (orang-orang fakir/miskin) hingga tidak meminta-minta pada hari ini (Idul Fitri).
Bila pembaca mengamalkan kelima
teladan di atas, tentunya belum sempurna kemenangannya tanpa bersilaturahmi dan
meminta maaf kepada orang tua, keluarga, tetangga, dan para handaitaulan seraya
mengucapkan kalimat sebagaimana yang ditunjukkan para sahabat Nabi ketika
saling bertemu : “Taqobballahu minna wa minkum" (artinya,
semoga Allah menerima amal ibadahku dan amal ibadah kalian). Inilah ucapan
selamat yang diberikan kepada seorang muslim yang telah sebulan menjalankan
ibadah puasa dan tips amalan sunnah pada Hari Raya Idul Fitri. Semoga di bulan
Ramadhan ini kita termasuk hamba yang ibadahnya diterima Allah SWT. Amin.
KEUTAMAAN PUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWAL
HARI
RAYA
Hari
raya adalah saat berbahagia dan bersuka cita. Kebahagiaan dan kegembiraan kaum
mukminin di dunia adalah karena Tuhannya, yaitu apabila mereka berhasil
menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala amalnya dengan kepercayaan
terhadap janji-Nya kepada mereka untuk mendapatkan anugerah dan ampunan-Nya.
Allah Ta 'ala berfirman :
"Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.
Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. " (Yunus: 58).
"Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.
Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. " (Yunus: 58).
Sebagian
orang bijak berujar: "Tiada seorang pun yang bergembira dengan selain
Allah kecuali karena kelalaiannya terhadap Allah, sebab orang yang lalai selalu
bergembira dengan permainan dan hawa nafsunya, sedangkan orang yang berakal
merasa Senang dengan Tuhannya."
Ketika
Nabi shallallahu alaihi wasallam tiba di Madinah, kaum Anshar memiliki dua hari
istimewa, mereka bermain-main di dalamnya, maka Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh
lebih baik, (yaitu) 'Idul fitri dan 'Idul Adha (HR. Abu Daud dan
An-Nasa'i dengan sanad hasan).
Hadits
ini menunjukkan bahwa menampakka rasa suka cita di hari Raya adalah sunnah da
disyari'atkan. Maka diperkenankan memperluas hari Raya tersebut secara
menyeluruh kepada segenap kerabat dengan berbagai hal yang tidak diharamkan
yang bisa mendatangkan kesegaran badan dan melegakan jiwa, tetapi tidak
menjadikannya lupa untuk ta'at kepada Allah.
Adapun
yang dilakukan kebanyakan orang di saat hari Raya dengan berduyun-duyun pergi
memenuhi berbagai tempat hiburan dan permainan adalah tidak dibenarkan, karena
hal itu tidak sesuai dengan yang disyari'atkan bagi mereka seperti melakukan
dzikir kepada Allah. Hari Raya tidak identik dengan hiburan, permainan dan
penghambur-hamburan (harta), tetapi hari Raya adalah untuk berdzikir kepada
Allah dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Makanya Allah gantikan bagi umat
ini dua buah hari Raya yang sarat dengan hiburan dan permainan dengan dua buah
Hari Raya yang penuh dzikir, syukur dan ampunan.
Di
dunia ini kaum mukminin mempunyai tiga hari Raya: hari Raya yang selalu datang
setiap minggu dan dua hari Raya yang masing-masing datang sekali dalam setiap
tahun.
Adapun
hari Raya yang selalu datang tiap minggu adalah hari Jum'at, ia merupakan hari
Raya mingguan, terselenggara sebagai pelengkap (penyempurna) bagi shalat wajib
lima kali yang merupakan rukun utama agama islam setelah dua kalimat syahadat.
Sedangkan
dua hari Raya yang tidak berulang dalam waktu setahun kecuali sekali adalah:
1.
'Idul Fitri setelah puasa Ramadhan, hari raya ini terselenggara sebagai
pelengkap puasa Ramadhan yang merupakan rukun dan asas Islam keempat. Apabila
kaum muslimin merampungkan puasa wajibnya, maka mereka berhak mendapatkan
ampunan dari Allah dan terbebas dari api Neraka, sebab puasa Ramadhan
mendatangkan ampunan atas dosa yang lain dan pada akhirnya terbebas dari
Neraka.
Sebagian
manusia dibebaskan dari Neraka padahal dengan berbagai dosanya ia
semestinya masuk Neraka, maka Allah mensyari'atkan bagi mereka hari Raya
setelah menyempurnakan puasanya, untuk bersyukur kepada Allah, berdzikir dan
bertakbir atas petunjuk dan syari'at-Nya berupa shalat dan sedekah pada hari
Raya tersebut.
Hari
Raya ini merupakan hari pembagian hadiah, orang-orang yang berpuasa diberi
ganjaran puasanya, dan setelah hari Raya tersebut mereka mendapatkan ampunan.
2.
'Idul Adha Oiari Raya Kurban), ia lebih agung dan utama daripada 'Idul Fitri.
Hari Raya ini terselenggara sebagai penyempurna ibadah haji yang merupakan
rukun Islam kelima, bila kaum muslimin merampungkan ibadah hajinya, niscaya
diampuni dosanya.
Inilah
macam-macam hari Raya kaum muslimin di dunia, semuanya dilaksanakan saat
rampungnya ketakwaan kepada Yang Maha Menguasai dan Yang Maha Pemberi, di saat
mereka berhasil memperoleh apa yang dijanjikan-Nya berupa ganjaran dan pahala.
(Lihat Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 255-258)
PETUNJUK
NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WASALLAM TENTANG HARI RAYA
Pada
saat hari Raya 'Idul Fitri, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengenakan
pakaian terbaiknya dan makan kurma -dengan bilangan ganjil tiga, lima atau
tujuh- sebelum pergi melaksanakan shalat 'Id. Tetapi pada'Idul Adha beliau
tidak makan terlebih dahulu sampai beliau pulang, setelah itu baru memakan
sebagian daging binatang sembelihannya.
Beliau
mengakhirkan shalat 'Idul Fitri agar kaum muslimin memiliki kesempatan untuk
membagikan zakat fitrahnya, dan mempercepat pelaksanaan shalat 'Idul Adha
supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih binatang kurbannya.
Mengenai
hal tersebut, Allah Ta 'ala berfirman :
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah " (Al Kautsar: 2).
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah " (Al Kautsar: 2).
Ibnu
Umar sungguh dalam mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak
keluar untuk shalat 'Id kecuali setelah terbit matahari, dan dari rumah sampai
ke tempat shalat beliau senantiasa bertakbir.
Nabi
shallallahu blaihi wasallam melaksanakan shalat' Id terlebihdahulu baru
berkhutbah, dan beliau shalat duaraka'at· Pada rakaat pertama beliau bertakbir
7 kali berturut-turut dengan Takbiratul Ihram, dan berhenti sebentar di antara
tiap takbir. Beliau tidak mengajarkan dzikir tertentu yang dibaca saat itu.
Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, ia berkata:
"Dia membaca hamdalah dan memuji Allah Ta 'ala serta membaca shalawat.
Dan
diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua tangannya pada setiap bertakbir.
Sedangkan
Nabi shallallah u 'alaihi wasallam setelah bertakbir membaca surat Al-Fatihah
dan "Qaf" pada raka'at pertama serta surat "Al-Qamar" di
raka'at kedua.
Kadang-kadang
beliau membaca surat "Al-A'la" pada raka'at pertama dan
"Al-Ghasyiyah" pada raka'at kedua. Kemudian beliau bertakbir lalu
ruku' dilanjutkan takbir 5 kali pada raka'at kedua lain membaca Al-Fatihah dan
surat. Setelah selesai beliau menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap
duduk di shaf masing-masing, lalu beliau menyampaikan khutbah yang berisi
wejangan, anjuran dan larangan.
Beliau
selalu melalui jalan yang berbeda ketika yang terkenal sangat
bersungguh-mengikuti sunnah Nabi shallallahu berangkat dan pulang (dari shalat)
'Id.' Beliau selalu mandi sebelum shalat 'Id.
Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa memulai setiap khutbahnya dengan
hamdalah, dan bersabda :
"Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah). " (HR.Ahmad dan lainnya).
"Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah). " (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menunaikan shalat 'Id dua raka'at tanpa disertai shalat yang lain baik sebelumnya ataupun sesudahnya. " (HR. Al Bukhari dan Muslim dan yang lain).
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menunaikan shalat 'Id dua raka'at tanpa disertai shalat yang lain baik sebelumnya ataupun sesudahnya. " (HR. Al Bukhari dan Muslim dan yang lain).
Hadits
ini menunjukkan bahwa shalat 'Id itu hanya dua raka'at, demikian pula
mengisyaratkan tidak disyari'atkan shalat sunnah yang lain, baik sebelum atau
sesudahnya. Allah Mahatahu segala sesuatu, shalawat serta salam semoga selalu
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, seluruh anggota keluarga dan segenap
sahabatnya.
KEUTAMAAN PUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWAL
Abu
Ayyub Al-Anshari radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun . (HR. Muslim).
"Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun . (HR. Muslim).
Imam
Ahmad dan An-Nasa'i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallahu 'alaihi
wasalllam bersabda:
"Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan berpuasa selama setahun penuh." ( Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam "Shahih" mereka.)
"Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan berpuasa selama setahun penuh." ( Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam "Shahih" mereka.)
Dari
Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa berpuasa Ramadham lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa selama setahun. " (HR. Al-Bazzar) (Al Mundziri berkata: "Salah satu sanad yang befiau miliki adalah shahih.")
"Barangsiapa berpuasa Ramadham lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa selama setahun. " (HR. Al-Bazzar) (Al Mundziri berkata: "Salah satu sanad yang befiau miliki adalah shahih.")
Pahala
puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal menyamai
pahala puasa satu tahun penuh, karena setiap hasanah (tebaikan) diganjar
sepuluh kali lipatnya, sebagaimana telah disinggung dalam hadits Tsauban di
muka.
Membiasakan
puasa setelah Ramadhan memiliki banyak manfaat, di antaranya :
1.
Puasa enam hari di buian Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan
penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
2.
Puasa Syawal dan Sya'ban bagaikan shalat sunnah rawatib, berfungsi sebagai
penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti perbuatan-perbuatan
fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan sunnah.
Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di
berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang dilakukan kaum muslimin memiliki
kekurangan dan ketidak sempurnaan, maka hal itu membutuhkan sesuatu yang
menutupi dan menyempurnakannya.
3.
Membiasakan puasa setelah Ramadhan
menandakan diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila Allah Ta'ala menerima
amal seorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik
setelahnya. Sebagian orang bijak mengatakan: "Pahala'amal kebaikan adalah
kebaikan yang ada sesudahnya." Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan
kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan
tanda atas terkabulnya amal pertama.
Demikian
pula sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan
yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama.
4.
Puasa Ramadhan -sebagaimana disebutkan di muka- dapat mendatangkan maghfirah
atas dosa-dosa masa lain. Orang yang berpuasa Ramadhan akan mendapatkan
pahalanya pada hari Raya'ldul Fitri yang merupakan hari pembagian hadiah, maka
membiasakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat
ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari pengampunan dosa-dosa.
Oleh
karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa syukur seorang hamba atas
pertolongan dan ampunan yang telah dianugerahkan kepadanya adalah dengan
berpuasa setelah Ramadhan. Tetapi jika ia malah menggantinya dengan perbuatan
maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang membalas kenikmatan dengan
kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan puasa untuk kembali melakukan
maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul, ia bagaikan orang yang
membangun sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya kembali. Allah Ta'ala
berfirman:
"Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali "(An-Nahl: 92)
"Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali "(An-Nahl: 92)
5.
Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan Syawal adalah amal-amal yang
dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya pada bulan
Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia masih
hidup.
Orang
yang setelah Ramadhan berpuasa bagaikan orang yang cepat-cepat kembali dari
pelariannya, yakni orang yang baru lari dari peperangan fi sabilillah lantas
kembali lagi. Sebab tidak sedikit manusia yang berbahagia dengan berlalunya
Ramadhan sebab mereka merasa berat, jenuh dan lama berpuasa Ramadhan.
Barangsiapa
merasa demikian maka sulit baginya untuk bersegera kembali melaksanakan puasa,
padahal orang yang bersegera kembali melaksanakan puasa setelah 'Idul Fitri
merupakan bukti kecintaannya terhadap ibadah puasa, ia tidak merasa bosam dan
berat apalagi benci.
Seorang
Ulama salaf ditanya tentang kaum yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya pada
bulan Ramadhan tetapi jika Ramadhan berlalu mereka tidak bersungguh-sungguh
lagi, beliau berkomentar:
"Seburuk-buruk
kaum adalah yang tidak mengenal Allah secara benar kecuali di bulan Ramadhan
saja, padahal orang shalih adalah yang beribadah dengan sungguh-sunggguh di
sepanjang tahun."
Oleh
karena itu sebaiknya orang yang memiliki hutang puasa Ramadhan memulai
membayarnya di bulan Syawal, karena hal itu mempercepat proses pembebasan
dirinya dari tanggungan hutangnya. Kemudian dilanjutkan dengan enam hari puasa
Syawal, dengan demikian ia telah melakukan puasa Ramadhan dan mengikutinya
dengan enam hari di bulan Syawal.
Ketahuilah,
amal perbuatan seorang mukmin itu tidak ada batasnya hingga maut menjemputnya.
Allah Ta'ala berfirman :
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) " (Al-Hijr: 99)
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) " (Al-Hijr: 99)
Dan
perlu diingat pula bahwa shalat-shalat dan puasa sunnah serta sedekah
yang dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah
Ta'ala pada bulan Ramadhan adalah disyari'atkan sepanjang tahun, karena hal itu
mengandung berbagai macam manfaat, di antaranya; ia sebagai pelengkap dari
kekurangan yang terdapat pada fardhu, merupakan salah satu faktor yang mendatangkan
mahabbah (kecintaan) Allah kepada hamba-Nya, sebab terkabulnya doa, demikian
pula sebagai sebab dihapusnya dosa dan dilipatgandakannya pahala kebaikan dan
ditinggikannya kedudukan.
Hanya
kepada Allah tempat memohon pertolongan, shalawat dan salam semoga tercurahkan
selalu ke haribaan Nabi, segenap keluarga dan sahabatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar